Malam ini aku kembali menghibur diriku dengan bermain billiard. Berdua dengan temanku Seno (nama samaran), kami berangkat menuju Pool 8. Tempat main billiard favoritku. Selain tempatnya bagus dan nyaman, di Pool 8 itu para pelayan billiardnya cantik-cantik dengan busana yang minim membuat nafsuku kadang naik. Aku betah berlama-lama disana.
BACA JUGA > NGESEX DENGAN ABG PERAWAN DI SEKOLAH
“Git, jam berapa mau ke BL?” tanya Seno.
“Bentar lagi ya. Ketikan gue bentar lagi kelar nih” jawabku.
Namaku Sigit (nama samaran), seorang mahasiswa tingkat akhir di sebuah universitas ternama di jakarta. Sudah empat tahun aku menimbah ilmu di Jakarta. Aku asli Solo. Hari ini aku sudah disibukkan dengan tugas-tugas akhir. Malam ini aku ingin melepas semua beban dengan bermain billiiard. Seno sudah menunggu diluar kamar kost-ku, membakar rokok dan sibuk melihat i-phone nya dengan kepala tertunduk. Segera kuselesaikan tugasku. Ganti baju dan bersiap-siap menuju Pool 8.
“Git, buruan dong! udah jam sebelas nih. entar keburu rame” sungut Seno.
“Iya, ini gue udah selesai. yuk cabut!” ajakku.
“Iya, ini gue udah selesai. yuk cabut!” ajakku.
Kami melesat menuju Pool 8. Memacu motor matic milik Seno. Setengah jam perjalanan menuju Pool 8. Parkiran sudah dipenuhi mobil dan motor. Tempat ini memang ramai dikunjungi pengunjung. Kami masuk menuju lantai dua. Tempat biasa aku bermain. Aku punya kenalan seorang pelayan di Pool 8, Tita namanya (samaran). Tita adalah seorang gadis dari keluarga sederhana. ia mungil, cantik dan kulitnya putih. Wajahnya juga sangat imut. Setiap aku bermain di Pool 8, aku selalu dilayani oleh dia, sehingga kami akrab sampai hari ini.
Sebagian meja sudah dipenuhi orang yang bermain, mataku sangat awas mencari-cari sosok Tita. Namun belum terlihat. kami segera open table. Memesan se-pitcher cola dan dua piring kentang goreng. Tita belum juga terlihat. Aku bertanya kepada seorang pelayan billiard.
Sebagian meja sudah dipenuhi orang yang bermain, mataku sangat awas mencari-cari sosok Tita. Namun belum terlihat. kami segera open table. Memesan se-pitcher cola dan dua piring kentang goreng. Tita belum juga terlihat. Aku bertanya kepada seorang pelayan billiard.
“Mbak… mbak Tita ada nggak?” tanyaku.
“Oh, Tita. ada kok. mau dipanggilin?” jawab mbak tersebut.
“Boleh mbak. makasih ya”
“Oh, Tita. ada kok. mau dipanggilin?” jawab mbak tersebut.
“Boleh mbak. makasih ya”
Kemudian mbak tersebut berlalu kebelakang. Tak berapa lama Tita pun datang. Wajahnya terlihat manis malam ini, dengan rambut dikuncir dan telinga yang dihiasi anting. Seragamnya ketat, memancarkan keseksian.
“Eh,Sigit. udah lama?” tanya Tita sembari melempar senyum manisnya.
“Baru aja dateng. kenalin nih kawan gue!”
“Tita”
“Seno” sambil bersalaman.
“Baru aja dateng. kenalin nih kawan gue!”
“Tita”
“Seno” sambil bersalaman.
Dua jam lebih aku bermain billiard, tentu saja ditemani oleh Tita. Pool 8 tutup jam tiga pagi. Malam ini otakku sudah segar. Refreshing malam ini sukses. Setelah dua jam bermain, kami pun menyelesaikan permainan. Tapi malam ini aku tak mau menyudahi kesempatan bertemu Tita. Jujur, aku memendam perasaan kepadanya.
“Ta, entar pulang sama siapa?” tanyaku disela-sela permainan akhir malam ini.
“Biasa Git. sendiri. kenapa?” tanya Tita balik.
“Emmm..boleh gue anter?” aku menawarkan.
“Emmm..liat entar deh. bentar lagi juga tutup kan. tunggu di bawah aja Git.”
“Biasa Git. sendiri. kenapa?” tanya Tita balik.
“Emmm..boleh gue anter?” aku menawarkan.
“Emmm..liat entar deh. bentar lagi juga tutup kan. tunggu di bawah aja Git.”
Permainanku selesai, aku ke kasir bersama Seno, membayar dan turun ke bawah. Sedikit demi sedikit pengunjung pun selesai bermain. Meja-meja pun sudah gelap. Seno kusuruh untuk pulang terlebih dahulu, karna aku ingin menganter Tita.
“Sen, lo balik duluan aja dah. gue masih nunggu Tita”
“Bisa aja lo. naik apa lo nganter Tita?” tanya Seno.
“Paling naik taksi”
“Oh, yaudah. gue duluan ya”
“Bisa aja lo. naik apa lo nganter Tita?” tanya Seno.
“Paling naik taksi”
“Oh, yaudah. gue duluan ya”
Seno kemudian meninggalkanku sendiri di lobby Pool 8. Aku masih menunggu Tita keluar. Jam tanganku sudah menunjukkan pukul 03.10 wib, dan Tita belum juga keluar. Tiga batang rokok kuhabiskan, namun dengan sabar aku menunggu Tita. Tak lama kemudian Tita keluar.
“Lama ya Git?” tanya Tita.
“Ah, enggak kok”
“Lho, temen lo kemana?”
“Balik duluan. besok dia kerja. langsung balik nih?” tanyaku.
“Terserah. kan lo yang mau anter gue” jawab Tita.
“Kita makan aja dulu yuk! perut gue agak laper nih. mau nggak?”
“Boleh. mau makan dimana jam segini?”
“McD aja deh. nggak apa-apa kan?”
“Nggak apa-apa kok. gue biasanya pulang pagi kok”
“Wuuiihh, ngapain aja lo pulang sampe pagi”
“Ah, enggak kok”
“Lho, temen lo kemana?”
“Balik duluan. besok dia kerja. langsung balik nih?” tanyaku.
“Terserah. kan lo yang mau anter gue” jawab Tita.
“Kita makan aja dulu yuk! perut gue agak laper nih. mau nggak?”
“Boleh. mau makan dimana jam segini?”
“McD aja deh. nggak apa-apa kan?”
“Nggak apa-apa kok. gue biasanya pulang pagi kok”
“Wuuiihh, ngapain aja lo pulang sampe pagi”
Kami mengobrol ringan sambil berjalan. Aku memberhentikan taksi, menuju restoran cepat saji. Mobil pun berlalu dengan cepat, menembus jalan-jalan besar kota Jakarta. Jakarta memang kota yang tidak pernah mati. Jam 3 dini hari pun masih saja ramai.
Taksi yang kami tumpangi berhenti disebuah restoran cepat saji 24 jam dibilangan Pondok Indah. Kami masuk dan memesan makanan. Sambil makan, kami lagi-lagi mengobrol. obrolan makin seru. Tita sangat riang. Ini ketiga kalinya aku jalan dengan Tita dan selalu pulang pagi. Tita bercerita tentang keluarganya, mulai dari ekonomi keluarga yang sedang diguncang masalah karena ayahnya di pecat dari pekerjaannya sebagai security. Semua permasalahan keluarganya hanyalah masalah ekonomi. Aku hanya membantu menenangkan pikirannya.
Taksi yang kami tumpangi berhenti disebuah restoran cepat saji 24 jam dibilangan Pondok Indah. Kami masuk dan memesan makanan. Sambil makan, kami lagi-lagi mengobrol. obrolan makin seru. Tita sangat riang. Ini ketiga kalinya aku jalan dengan Tita dan selalu pulang pagi. Tita bercerita tentang keluarganya, mulai dari ekonomi keluarga yang sedang diguncang masalah karena ayahnya di pecat dari pekerjaannya sebagai security. Semua permasalahan keluarganya hanyalah masalah ekonomi. Aku hanya membantu menenangkan pikirannya.
“Sorry Ta, gue nggak bisa bantu apa-apa. gue cuma bisa bantu doa”
“Nggak apa-apa ko Git. ini emang udah takdir keluarga gue kali. gue cuma bisa berusaha membangun kembali keluarga gue” jawabnya dengan ekspresi yang datar. seolah tak terjadi apa-apa pada diri dan keluarganya.
Ku genggam tangannya erat. ia sedikit terkaget.
“Kalo ada apa-apa jangan sungkan cerita ke gue ya Ta”
Tita hanya tersenyum. tangannya menggenggam tanganku.
“Makasih ya Git
“Nggak apa-apa ko Git. ini emang udah takdir keluarga gue kali. gue cuma bisa berusaha membangun kembali keluarga gue” jawabnya dengan ekspresi yang datar. seolah tak terjadi apa-apa pada diri dan keluarganya.
Ku genggam tangannya erat. ia sedikit terkaget.
“Kalo ada apa-apa jangan sungkan cerita ke gue ya Ta”
Tita hanya tersenyum. tangannya menggenggam tanganku.
“Makasih ya Git
Kami kembali mengobrol dan kembali membeli minuman. Dini hari kali ini sungguh menyenangkan untukku, karena bisa mengobrol panjang lebar dengan Tita. Jam tanganku menunjukkan pukul 04.40 wib.
“Ta, udah jam segini. Lo mau balik kapan?” tanyaku.
“Gue nggak mau balik kerumah Git”
“Terus mau kemana?” tanyaku lagi.
“Gue boleh numpang tidur dikost-an lo nggak?”
“Gue nggak mau balik kerumah Git”
“Terus mau kemana?” tanyaku lagi.
“Gue boleh numpang tidur dikost-an lo nggak?”
Jawaban Tita mengagetkanku. Kost-ku sangatlah bebas. Tentu saja kalau pun Tita mau tidur disana, itu bukan masalah besar buatku. Yang jadi masalah adalah, kamarku yang cukup berantakan. Maklumlah, aku tak sempat membereskan kamar. Tiap hari aku disibukkan oleh tugas dan tugas.
“Emmm..boleh kok. kost gue bebas. mau cabut sekarang?”
Tita hanya mengangguk. kemudian kami pun menuju kost-ku di bilangan kemang.
“Nanti jangan kaget ya liat kamar gue”
“Kenapa Git?”
“E..e..gimana bilangnya ya?”
“Kenapa? berantakan ya?”
Aku hanya tertawa terkekeh-kekeh.
“Nggak apa-apa. nanti gue bantuin beresin deh” sambung Tita.
Tita hanya mengangguk. kemudian kami pun menuju kost-ku di bilangan kemang.
“Nanti jangan kaget ya liat kamar gue”
“Kenapa Git?”
“E..e..gimana bilangnya ya?”
“Kenapa? berantakan ya?”
Aku hanya tertawa terkekeh-kekeh.
“Nggak apa-apa. nanti gue bantuin beresin deh” sambung Tita.
Sesampainya di kamar kost-ku, kami pun bergegas membereskan kamar. Aku menyiapkan karpet di lantai, untuk tempat tidurku. Tita kusuruh untuk tidur di kasur. Di kamarku tak ada ranjang, kasur hanya ku bentangkan dilantai. Setelah bersih-bersih, Tita kupinjamkan kaos dan celana pendek untuk tidur, dia pun memakainya.
Kami pun bergegas tidur. Jam dinding kamarku menunjukkan pukul 05.55. sebentar lagi matahari terbit, sebaiknya aku segerakan untuk tidur. Kucoba pejamkan mata, berharap cepat tertidur pulas namun tak bisa. Apa yang kurasakan? Tita tidur membelakangiku. Nampak indah pantatnya dan pahanya terlihat mulus. Lampu kamar kupasang agak remang-remang. AC kunyalakan agak besar. Tiba-tiba hasrat untuk bercinta muncul. Aku gelisah. Tita tidur agak kepinggir kasur, tepat disampingku.
Saat pikiranku gelisah akibat hasratku, tiba-tiba Tita membalikkan badannya. Wajahnya tepat berada didepan wajahku, tangannya merangkul pinggangku. Harum parfumnya masih saja tercium, nafasku berkejaran. Jantungku berdegup cepat membuat dadaku naik turun. Pikiranku melayang-layang. AC masih menghembuskan udara dingin dan makin dingin. Seketika penisku menjadi sangat tegang.
Pikiranku berkecamuk. Aku memberanikan diri, wajahku maju lebih dekat menuju wajah Tita. Bibir Tita adalah tujuanku, makin dekat dan makin dekat, hingga bibirku menempel di bibirnya. Aku nekad, ku kulum pelan bibirnya. Ku usap-usap pelan tangannya yang merangkulku. Aku masih terus mengulum pelan bibir Tita dan dia masih tertidur pulas. Tanganku mulai menjalar ke payudaranya, dengan hati-hati kuraba payudaranya. Pelan, sangat pelan. Mulai kuremas-remas payudara ukuran sedang itu. Penisku tegang maksimal. Bibirku masih berkutat pada bibir Tita. Tanganku masih asik meremas pelan payudaranya dan Tita masih tertidur. Aku berharap ia tetap tertidur. Apa jadinya jika dia terbangun akibat ulahku.
Tita bergerak. Aemua gerakanku spontan berhenti. Diam, aku terdiam. Setelah cukup aman untuk melanjutkan aksi, akhirnya kulanjutkan aksi bibir dan tanganku. Aku masih asik mengulum bibir dan meremas payudara Tita. Dia pun masih tertidur dan tak menyadari perlakuanku terhadap dirinya.
Astaga. Tita terbangun dan membuka matanya. Aku kaget bukan kepalang. Saat bibirku sedang bermain dan tanganku sedang bercanda dengan payudaranya, dia membuka matanya dan terbangun. Aku kikuk sejadi-jadinya.
“Ngapain lo Git?” tanya Tita.
“Eh..a..a..anu” aku tergagap. mukaku merah padam, walau tak terlihat karena lampu kamar remang-remang.
“Ngapain lo?” tanya Tita kembali.
“E..e..e..ma..ma..maaf Ta. gue nggak ada maksud kok”
Tita terdiam. kemudian berbalik dan melanjutkan tidur.
“Eh..a..a..anu” aku tergagap. mukaku merah padam, walau tak terlihat karena lampu kamar remang-remang.
“Ngapain lo?” tanya Tita kembali.
“E..e..e..ma..ma..maaf Ta. gue nggak ada maksud kok”
Tita terdiam. kemudian berbalik dan melanjutkan tidur.
Aku salah tingkah luar biasa. Aku bingung bukan kepalang. Namun hasratku makin membesar. Penisku pun masih tegak berdiri didalam celanaku. Aku tak bisa menahan. Aku bangun dan mengenggak segelas air putih. Tita tak menggubris perlakuanku tadi. Dia kembali melanjutkan tidurnya dengan pulas. Meninggalkanku dengan gelisah karena hasrat bercinta sudah diujung kepala.
Ku beranikan diri. Kurebahkan badanku disamping Tita. Kupeluk tubuhnya dari belakang. Kuciumi tengkuknya. Kuraba-raba perutnya. Dengan perlahan terus kuciumi tengkuknya, dengan perlahan juga kuraba-raba perutnya. Terus diperutnya, menjalar ke payudaranya. Aku menikmatinya. Tita terbangun, dia tersadar akan perbuatanku. Dia melepas pelukanku, sedikit berontak. Tita terbangun dan duduk. Dia menapar pipiku. Tidak kuat, namun perih. Segera kupeluk Tita dan dia hanya terdiam. Aku berbisik di telinganya.
“Gue sayang lo Ta”
Berkali-kali aku berbisik pelan ditelinganya. Dia pun terdiam. Kulepas pelukanku. Aku tatap dalam matanya. Kemudian bibirku secara otomatis bersarang di bibirnya. Lagi-lagi Tita terdiam. Namun kali ini dia membalas ciumanku hangat. Kami berciuman. Sinar matahari masuk ke kamarku melalui celah-celah ventilasi. Sinar pagi itu, memberi kehangatan saat aku dan Tita berciuman lama. Kutarik dengan pelan bibirnya. Dia pun membalas dengan antusias. Ku lumat lidahnya, dia pun melumat kembali lidahku.
Tak mau membuang kesempatan, tanganku mulai menjalar dari bahu menuju payudaranya. Meraba-raba pelan dengan usapan-usapan yang membuat Tita geli. Payudaranya mengeras. bibirku makin liar. Tita pun membalas dengan buas. Kami masih berciuman dan tanganku masih aktif meraba-raba payudara mungil milik Tita.
“Aaaaahhh..” dia mendesah pelan.
Tanganku makin nakal. Kali ini tanganku masuk kedalam kaos. Meraba-raba perutnya. Kemudian perlahan menuju payudaranya. Dengan remasan-remasan menggairahkan, Tita kembali mendesah.
“Aaaaaahhh..”
Tanganku makin nakal. Kali ini tanganku masuk kedalam kaos. Meraba-raba perutnya. Kemudian perlahan menuju payudaranya. Dengan remasan-remasan menggairahkan, Tita kembali mendesah.
“Aaaaaahhh..”
Bibirku masih asik melumat bibirnya. Tanganku pun masih senang meraba-raba payudara Tita. Tita melepas ciumannya dari bibirku. Aku diam, tanganku masih meremas payudaranya. Tita melepas kaos dan bra-nya. Payudara mungil dan putih membuat hasratku makin memuncak. Aku pun membuka kaos oblongku. Ku rebahkan Tita di kasur dan kemudian beralih ke payudaranya. Kuremas-remas payudaranya sambil kujilat-jilat puitngnya. Sekilas terkena sinar matahari, putingnya berwarna kemerahan. Terus kulancarkan serangan lidahku. Aku makin buas meremas dan menyedot putingnya.
“Aaaaaaahhh..” Tita kembali mendesah.
“Aaaaaahhh..”
“Aaaaaahhh..”
Tangan Tita meraba-raba penisku yang sedari tadi telah membesar. Nikmat… geli… Dia terus meraba-raba. Aku pun tak mau kalah. Kugesek-gesek vaginanya dengan tanagnku dengan tempo pelan, agar dia menikmatinya dan sesekali dengan tempo cepat.
“Aaaaaahhh..aaaahhh” Tita lagi-lagi mendesah.
Wajahnya yang imut serta bibirnya yang tipis membut dia terlihat lebih cantik. Matanya terpejam menikmati permainan tanganku. Aku masih asik dengan payudaranya. Masih menggesek-gesek vaginanya. Kulepaskan seluruh celananya. Terpampang jelas vagina dengan bulu-bulu halus. Bulu yang jarang dan vagina yang kecil membuat aku makin bernafsu.
Kujilat dengan penuh nafsu vaginanya. Dengan hasrat yang membakar, lidahku kumainkan. Bibirku menarik-narik klitorisnya.
Kujilat dengan penuh nafsu vaginanya. Dengan hasrat yang membakar, lidahku kumainkan. Bibirku menarik-narik klitorisnya.
“Aaaaaahhh..aaaaahh” desahannya makin sering.
Makin semangat kujilati vaginanya. Tubuhnya bergetar sedikit. Bulu romanya berdiri. Kepalaku ditekannya kuat dibenamkan divaginanya. Aku pun makin ganas menjilat vaginanya. Kesat dan tak berbau.
“Aaaaaaaahhh..”
Tita kuberikan servis terbaik. Penisku makin tegang maksimal. Aku terus menikmati menjilat vagina Tita dan tubuhnya makin menggelinjang. Tubuhnya makin bergetar dan desahannya makin sering. Sambil menjilat vagina Tita, tanganku bermain di payudaranya. Meremas dengan remasan-remasan pelan, membuat gairahnya meningkat.
“Aaaaaaahhh..Sigit”
“Aaaaaahhh..aaaaaahhh”
“Aaaaaahhh..aaaaaahhh”
Aku terus memainkan lidahku. Menjilat-jilat klitorisnya. Mengulum-ngulum dan cairan hangat keluar. Dia klimasks.
“Aaaaaaaaahhhh..” desahan kuat dibarengi dengan keluarnya cairan hangat dari dalam vaginanya
Kini kusiapkan penisku.
“Gue masukin ya Ta”
“Gue masukin ya Ta”
Tita mengangguk pelan. Wajahnya teduh, nafsuku makin menggila. Kini penisku sudah berada didepan lubang vagina. Kugesek-gesek kepala penisku di ujung lubang vaginanya. Menyentuh klitorisnya. Mata Tita terpejam. Dengan hati-hati kumasukkan penisku kedalam vaginanya.
“Aaaaaahhh..” Tita mendesah kuat. tangannya mencengkram sprei kuat.
Kumasukkan penisku pelan, hati-hati dan penuh perasaan. Sampai seluruh batang penisku melesak masuk kedalam vagina Tita.
“Aaaaaahhh.. pelan-pelan Git”
“I..iya Ta”
“I..iya Ta”
Mulai ku goyangkan pinggulku dan penisku maju mundur. Vagina Tita kesat dan masih sempit. Penisku dihimpit oleh dinding vaginanya yang sempit itu.
“Aaaaahhh” Tita kembali mendesah.
Penisku dimanjakan oleh vagina Tita. Aku sangat menikmatinya. Kubentangkan paha Tita lebar-lebar, payudaranya kembali kuremas-remas. Putingnya kupilin-pilin dengan jemariku. Pinggulku masih bergoyang-goyang. Penisku masih maju mundur.
“Aaaaaahhh..” dan Tita terus mendesah.
“Aaaaaaahhh..” lagi-lagi mendesah.
“Aaaaaaahhh..” lagi-lagi mendesah.
Aku menaikkan tempo goyangan penisku agak cepat. Pinggulku bergerak cepat dan penisku pun mengikuti seirama. Ah, nikmat… vagina yang masih sempit dan kesat membuatku melayang.
“Aaaaahhh..” aku mendesah pelan. tak bisa kupungkiri. vagina Tita memang nikmat.
“Aaaaaahhh..aaaaahhh..aaaahh” kali ini Tita mendesah.
“Aaaaaahhh..aaaaahhh..aaaahh” kali ini Tita mendesah.
Aku makin mempercepat goyangan penisku.
“Aaaaahh..aaahh..aahhh..aaahh” Tita makin sering mendesah.
“Te..terus Git. aaahh..aahh..aahh”
“Te..terus Git. aaahh..aahh..aahh”
Aku pun makin buas menggenjot tubuh Tita. Tubuhnya ikut bergoyang. Payudaranya naik turun. Tangannya makin kuat mencengkram sprei. Kutindih tubuh Tita, dengan penis masih tertancap didalam vagina. Lalu kembali ku genjot. Tita memelukku kuat, sangat kuat.
“Aaahh..aahh..aahh”
“Aaaaahh..terus Git. terus Git. aahh”
“Gue ma..mau keluar Git. terus Git. aaahh”
“Aaaaahh..terus Git. terus Git. aahh”
“Gue ma..mau keluar Git. terus Git. aaahh”
Sebentar lagi dia klimaks. Aku makin cepat menggoyang pinggul. Pelukan Tita makin erat.
“Aaaaaaaahhhh..aaahhhh” desahan klimaksnya. tubuhnya bergetar hebat. menggelinjang kuat.
Vaginanya banjir dan terasa hangat. Aku masih tetap menggenjot tubuhnya kuat. Aebentar lagi aku pun hendak klimaks.
Vaginanya banjir dan terasa hangat. Aku masih tetap menggenjot tubuhnya kuat. Aebentar lagi aku pun hendak klimaks.
“Aaaaahhh..aaaaaaaaa” aku makin cepat menggenjot vaginanya.
“Aaah..aahh..aaahh” Tita masih saja mendesah.
“Aaah..aahh..aaahh” Tita masih saja mendesah.
Kucabut penisku dari dalam vaginanya. Kumuntahkan seluruh cairan maniku diatas payudaranya. Banyak sekali, membasahi payudara Tita. Terus kupompa maniku hingga tak keluar lagi.
“Aaaaaaaaahhhh..” desahan nikmat yang keluar dari mulutku.
Tita hanya tersenyum. Kurebahkan badanku disampingnya dan penisku melemah. Aku terlentang lemas. Tita berlalu ke kamar mandi unutk mencuci maniku yang membanjiri payudaranya. Lalu dia kembali ke kasur dan meneruskan tidurnya. Aku lelah, lelah sekaligus nikmat.
kami pun tidur dengan lelapnya tanpa sehelai benang pun.
kami pun tidur dengan lelapnya tanpa sehelai benang pun.
1 Komentar untuk "BERCINTA DENGAN PENJAGA BILLIARD"